Pelajaran kedua dan ketiga berjalan normal, hingga bel tanda pulang sekolah berbunyi nyaring. Murid-murid bergegas membereskan tas masing-masing.
Aku tidak
langsung pulang ke rumah. Aku memutuskan menuju rumah Ali.
“Ali jelas
telah membuka portal antarklan, Seli. Aku harus tahu apa yang sebenarnya dia
lakukan.” Aku berkata tegas saat Seli mencegahku.
“Baiklah. Aku
ikut bersamamu ke rumah Ali. Setidaknya kalau kamu mendadak mengirim pukulan
berdentum ke arahnya, aku bisa melerai kalian.”
Kami berdua
naik angkot. Jam pulang sekolah, jalanan macet, angkot seperti siput yang
merayap. Andai saja aku bisa bebas melakukan teleportasi, hanya lima menit kami
sudah tiba di rumah Ali.
Aku
menghembuskan napas pelan, meraih ponsel, mengirim pesan pada Mama bahwa aku
pulang agak terlambat, mampir ke rumah teman.
Satu jam di
angkot, akhirnya kami tiba di depan rumah orang tua Ali yang besar dan megah. Rasanya
aneh turun dari angkot di depan gerbang besar rumah Ali. Maksudku, lihatlah,
ini lebih mirip kompleks istana dibanding rumah. Lebih masuk akal kalau yang
turun disini orang yang naik mobil mewah. Mungkin oranglain yang melihat kami
akan menyangka aku dan Seli pembantu atau anak pembantu di rumah besar ini. Aku
mengusap keringat di leher. Setelah tadi pagi gerimis, siang ini matahari terik
menyiram kota, membuat berpeluh.
“Halo, Raib,
Seli. Apa kabar?” Penjaga gerbang mengenali kami, menyapa ramah.
Aku
mengangguk lalu balas menyapa.
“Mencari
tuan muda Ali?”
Aku sekali
lagi mengangguk.
“Baik,
langsung saja masuk. Tuan muda Ali sepanjang hari ada di kamarnya. Dia tidak
mau sekolah, entah sedang mengerjakan apa di basement sana. Tidak ada yang berani mengganggunya. Tuan senior dan
Nyonya sedang di luar negri. Tapi kalian berdua mungkin pengecualian, dia tidak
akan marah.” Penjaga membuka gerbang dengan tombol, gerbang besi bergeser
mulus.
Aku dan Seli
melangkah melintasi taman luas. Rumput terpotong rapi, bunga-bunga indah
warna-warni, hutan mungil buatan, sungai kecil, air mancur. Butuh 50 meter
berjalan kaki hingga tiba di tiang depan rumah Ali. Seli menatap sekeliling
dengan asyik. Dia sudah beberapa kali ke rumah ini, tapi tetap saja menjadi
pengalaman yang menarik. Kami tidak menyangka bahwa Ali yang kusam, rambut
berantakan, pakaian kusut, ternyata kaya raya.
*****
Bersambung...
1 komentar:
wah dilanjut yaa. aku mau baca dari awal ahh. kayanya seru nih.
Posting Komentar