Selasa, 27 November 2018

EPISODE 5


Hasil gambar untuk gambar novel komet tere liye

            Pelajaran kedua dan ketiga berjalan normal, hingga bel tanda pulang sekolah berbunyi nyaring. Murid-murid bergegas membereskan tas masing-masing.
            Aku tidak langsung pulang ke rumah. Aku memutuskan menuju rumah Ali.
       “Ali jelas telah membuka portal antarklan, Seli. Aku harus tahu apa yang sebenarnya dia lakukan.” Aku berkata tegas saat Seli mencegahku.
            “Baiklah. Aku ikut bersamamu ke rumah Ali. Setidaknya kalau kamu mendadak mengirim pukulan berdentum ke arahnya, aku bisa melerai kalian.”
            Kami berdua naik angkot. Jam pulang sekolah, jalanan macet, angkot seperti siput yang merayap. Andai saja aku bisa bebas melakukan teleportasi, hanya lima menit kami sudah tiba di rumah Ali.
            Aku menghembuskan napas pelan, meraih ponsel, mengirim pesan pada Mama bahwa aku pulang agak terlambat, mampir ke rumah teman.
            Satu jam di angkot, akhirnya kami tiba di depan rumah orang tua Ali yang besar dan megah. Rasanya aneh turun dari angkot di depan gerbang besar rumah Ali. Maksudku, lihatlah, ini lebih mirip kompleks istana dibanding rumah. Lebih masuk akal kalau yang turun disini orang yang naik mobil mewah. Mungkin oranglain yang melihat kami akan menyangka aku dan Seli pembantu atau anak pembantu di rumah besar ini. Aku mengusap keringat di leher. Setelah tadi pagi gerimis, siang ini matahari terik menyiram kota, membuat berpeluh.
            “Halo, Raib, Seli. Apa kabar?” Penjaga gerbang mengenali kami, menyapa ramah.
            Aku mengangguk lalu balas menyapa.
            “Mencari tuan muda Ali?”
            Aku sekali lagi mengangguk.      
            “Baik, langsung saja masuk. Tuan muda Ali sepanjang hari ada di kamarnya. Dia tidak mau sekolah, entah sedang mengerjakan apa di basement sana. Tidak ada yang berani mengganggunya. Tuan senior dan Nyonya sedang di luar negri. Tapi kalian berdua mungkin pengecualian, dia tidak akan marah.” Penjaga membuka gerbang dengan tombol, gerbang besi bergeser mulus.
            Aku dan Seli melangkah melintasi taman luas. Rumput terpotong rapi, bunga-bunga indah warna-warni, hutan mungil buatan, sungai kecil, air mancur. Butuh 50 meter berjalan kaki hingga tiba di tiang depan rumah Ali. Seli menatap sekeliling dengan asyik. Dia sudah beberapa kali ke rumah ini, tapi tetap saja menjadi pengalaman yang menarik. Kami tidak menyangka bahwa Ali yang kusam, rambut berantakan, pakaian kusut, ternyata kaya raya.

*****

Bersambung...

1 komentar:

Syahri Rahmadani mengatakan...

wah dilanjut yaa. aku mau baca dari awal ahh. kayanya seru nih.

Posting Komentar